Hijrah ke Hijau: Mengawali 1 Muharram dengan Menanam Harapan Bambu
Hari itu, langit Dongko masih menggantungkan kabut tipis di pucuk perbukitan. Kamis, 26 Juni 2025, selepas pukul delapan pagi, sekelompok orang berkumpul di kantor kecil Gabungan Kelompok Tani Hutan ( GAPOKTANHUT ) Laskar Bumi, yang berlokasi di RT 26, RW 07, Dusun Karangtengah, Desa Dongko, Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
Mereka menyalami satu sama lain, menebar Kebajikan dan membangun kesadaran bahwa alam harus terus Lestari. Mereka juga menyiapkan cangkul, dan menata bibit bambu yang tertata rapi dalam puluhan polybag. Hari itu mereka tidak sekadar menanam pohon. Mereka menanam tekad baru – barangkali juga doa – di tanah Trenggalek.
Dalam momentum, yang hanya selisih sehari, dari tahun baru Islam : 1 Muharram 1447 H, atau bertepatan dengan Jum’at , 27 Juni 2025, Gerakan menanam bambu ini, seperti merayakan semangat hijrah.
Dalam tradisi Islam, hijrah bukan hanya berpindah tempat, melainkan transformasi nilai: dari gelap menuju terang, dari kebekuan menuju kehidupan. Bambu barangkali adalah simbol hijrah yang paling bijak: ia tumbuh cepat, meneduhkan tanah, menahan longsor, menampung air hujan di sela-sela akarnya yang serabut. Ia adalah pohon dan rumput sekaligus – rendah hati tapi menjulang, rapuh bila sendiri, perkasa bila bersatu.
Dikoordinir oleh GAPOKTANHUT Laskar Bumi, ratusan bibit bambu menunggu di taman. Pagi itu, penanaman simbolis 2.000 bibit bambu digelar, hasil kerjasama PNM, Dinas Kehutanan (CDK) Trenggalek, dan GAPOKTANHUT Laskar Bumi.Bambu-bambu itu kelak tumbuh di lahan-lahan kritis Dongko. Mungkin dua tiga tahun lagi, tanah ini akan berubah menjadi kebun bambu. Mungkin juga akan lahir ekonomi hijau baru: kerajinan anyaman, tusuk sate, mebel bambu, hingga konstruksi rumah ramah gempa. Bambu adalah komoditas yang tak pernah habis digali.
Bayangkan, bila semangat hijrah tahun ini kita wujudkan dengan berhijrah ke hijau: menanam pohon, terutama bambu, di halaman rumah, pinggir sungai, tebing rawan longsor, dan kebun-kebun terlantar. Bukankah menanam satu bambu berarti menanam mata air masa depan? Dan menanam seribu bambu adalah menanam peradaban hijau untuk anak cucu?
Di penghujung acara, selepas penanaman simbolis, satu per satu peserta membersihkan cangkul mereka. Langit Dongko kian terang. Barangkali di saat itulah mereka sadar, bahwa hari itu mereka menanam bukan hanya bambu, tetapi juga harapan.
Tahun baru hijriah telah tiba. Mari berhijrah, menanam harapan dengan merawat bumi. Mulailah dengan menanam bambu hari ini. Karena merawat bambu, berarti merawat kehidupan dan alam semesta.
[ Fadly Rahmawan ]
Post a Comment